Assalamu’alaikum wr wb,
Beriman bahwa Tuhan itu ada yaitu kepercayaan yang paling utama. Jika seseorang sudah tidak percaya bahwa Tuhan itu ada, maka sesungguhnya orang itu dalam kesesatan yang nyata.
Benarkah Tuhan itu ada? Kita tidak pernah melihat Tuhan. Kita juga tidak pernah bercakap-cakap dengan Tuhan. Karena itu, tidak heran bila orang-orang atheist menganggap Tuhan itu tidak ada. Cuma khayalan orang belaka.
Ada dongeng zaman dulu perihal orang atheist yang tidak percaya dengan Tuhan. Dia mengajak berdebat seorang alim mengenai ada atau tidak adanya Tuhan. Di antara pertanyaannya adalah: “Benarkah Tuhan itu ada” dan “Jika ada, di manakah Tuhan itu?”
Ketika orang atheist itu menunggu bersama para penduduk di kampung tersebut, orang alim itu belum juga datang. Ketika orang atheist dan para penduduk berpikir bahwa orang alim itu tidak akan datang, barulah muncul orang alim tersebut.
“Maaf bila kalian menunggu lama. Karena hujan turun deras, maka sungai menjadi banjir, sehingga jembatannya hanyut dan aku tak bisa menyeberang. Alhamdulillah tiba-tiba ada sebatang pohon yang tumbang. Kemudian, pohon tersebut terpotong-potong ranting dan dahannya dengan sendirinya, sehingga jadi satu batang yang lurus, sampai karenanya menjadi perahu. Setelah itu, gres aku bisa menyeberangi sungai dengan bahtera tersebut.” Begitu orang alim itu berkata.
Si Atheist dan juga para penduduk kampung tertawa terbahak-bahak. Dia berkata kepada orang banyak, “Orang alim ini sudah gila rupanya. Masak pohon bisa jadi bahtera dengan sendirinya. Mana bisa bahtera jadi dengan sendirinya tanpa ada yang membuatnya!” Orang banyak pun tertawa riuh.
Setelah tawa agak reda, orang alim pun berkata, “Jika kalian percaya bahwa bahtera tak mungkin ada tanpa ada pembuatnya, kenapa kalian percaya bahwa bumi, langit, dan seisinya bisa ada tanpa penciptanya? Mana yang lebih sulit, membuat perahu, atau membuat bumi, langit, dan seisinya ini?”
Mendengar perkataan orang alim tersebut, karenanya mereka sadar bahwa mereka telah terjebak oleh pernyataan mereka sendiri.
“Kalau begitu, jawab pertanyaanku yang kedua,” kata si Atheist. “Jika Tuhan itu ada, mengapa beliau tidak kelihatan. Di mana Tuhan itu berada?” Orang atheist itu berpendapat, sebab beliau tidak pernah melihat Tuhan, maka Tuhan itu tidak ada.
Orang alim itu kemudian menampar pipi si atheist dengan keras, sehingga si atheist merasa kesakitan.
“Kenapa anda memukul saya? Sakit sekali.” Begitu si Atheist mengaduh.
Si Alim bertanya, “Ah mana ada sakit. Saya tidak melihat sakit. Di mana sakitnya?”
“Ini sakitnya di sini,” si Atheist menunjuk-nunjuk pipinya.
“Tidak, aku tidak melihat sakit. Apakah para hadirin melihat sakitnya?” Si Alim bertanya ke orang banyak.
Orang banyak berkata, “Tidak!”
“Nah, meski kita tidak bisa melihat sakit, bukan berarti sakit itu tidak ada. Begitu juga Tuhan. Karena kita tidak bisa melihat Tuhan, bukan berarti Tuhan itu tidak ada. Tuhan ada. Meski kita tidak bisa melihatNya, tapi kita bisa mencicipi ciptaannya.” Demikian si Alim berkata.
Sederhana memang pembuktian orang alim tersebut. Tapi pernyataan bahwa Tuhan itu tidak ada hanya sebab panca indera insan tidak bisa mengetahui keberadaan Tuhan yaitu pernyataan yang keliru.
Berapa banyak benda yang tidak bisa dilihat atau didengar manusia, tapi pada kenyataannya benda itu ada?
Betapa banyak benda langit yang jaraknya milyaran, bahkan mungkin trilyunan cahaya yang tidak pernah dilihat manusia, tapi benda itu bergotong-royong ada?
Berapa banyak zakat berukuran molekul, bahkan nukleus (rambut dibelah 1 juta), sehingga insan tak bisa melihatnya, ternyata benda itu ada? (manusia gres bisa melihatnya bila meletakan benda tersebut ke bawah mikroskop yang amat kuat).
Berapa banyak gelombang (entah radio, elektromagnetik. Listrik, dan lain-lain) yang tak bisa dilihat, tapi ternyata hal itu ada.
Benda itu ada, tapi panca indera insan lah yang terbatas, sehingga tidak mengetahui keberadaannya.
Kemampuan insan untuk melihat warna hanya terbatas pada beberapa frekuensi tertentu, demikian pula suara. Terkadang sinar yang amat menyilaukan bukan saja tak sanggup dilihat, tapi sanggup membutakan manusia. Demikian pula bunyi dengan frekuensi dan kekerasan tertentu selain ada yang tak bisa didengar juga ada yang bisa menghancurkan telinga manusia. Jika untuk mengetahui keberadaan ciptaan Allah saja insan sudah mengalami kesulitan, apalagi untuk mengetahui keberadaan Sang Maha Pencipta!
Memang sulit menerangkan bahwa Tuhan itu ada. Tapi bila kita melihat pesawat terbang, mobil, TV, dan lain-lain, sangat tidak masuk nalar bila kita berkata semua itu terjadi dengan sendirinya. Pasti ada pembuatnya.
Jika benda-benda yang sederhana menyerupai korek api saja ada pembuatnya, apalagi dunia yang jauh lebih kompleks.
Bumi yang kini didiami oleh sekitar 8 milyar manusia, keliling lingkarannya sekitar 40 ribu kilometer panjangnya. Matahari, keliling lingkarannya sekitar 4,3 juta kilometer panjangnya.
Matahari, dan 9 planetnya yang tergabung dalam Sistem Tata Surya, tergabung dalam galaksi Bima Sakti yang panjangnya sekitar 100 ribu tahun cahaya (kecepatan cahaya=300 ribu kilometer/detik!) bersama sekitar 100 milyar bintang lainnya. Galaksi Bima Sakti, hanyalah 1 galaksi di antara ribuan galaksi lainnya yang tergabung dalam 1 “Cluster”. Cluster ini bersama ribuan Cluster lainnya membentuk 1 Super Cluster. Sementara ribuan Super Cluster ini karenanya membentuk “Jagad Raya” (Universe) yang bentangannya sejauh 30 Milyar Tahun Cahaya! Harap diingat, angka 30 Milyar Tahun Cahaya gres angka estimasi ketika ini, sebab jarak pandang teleskop tercanggih baru
Bayangkan, bila jarak bumi dengan matahari yang 150 juta kilometer ditempuh oleh cahaya hanya dalam 8 menit, maka seluruh Jagad Raya gres bisa ditempuh selama 30 milyar tahun cahaya. Itulah kebesaran ciptaan Allah! Jika kita yakin akan kebesaran ciptaan Tuhan, maka hendaknya kita lebih meyakini lagi kebesaran penciptanya.
Dalam Al Qur’an, Allah menjelaskan bahwa Dialah yang membuat langit, bintang, matahari, bulan, dan lain-lain:
“Maha Suci Allah yang menimbulkan di langit gugusan-gugusan bintang dan Dia menimbulkan juga padanya matahari dan bulan yang bercahaya.” [Al Furqoon:61]
Ada jutaan orang yang mengatur kemudian lintas jalan raya, laut, dan udara. Mercusuar sebagai penunjuk arah di bangun, demikian pula lampu merah dan radar. Menara kontrol bandara mengatur kemudian lintas maritim dan udara. Sementara tiap kendaraan ada pengemudinya. Bahkan untuk pesawat terbang ada Pilot dan Co-pilot, sementara di kapal maritim ada Kapten, juru mudi, dan lain-lain. Toh, ribuan kecelakaan selalu terjadi di darat, laut, dan udara. Meski ada yang mengatur, tetap terjadi kecelakaan kemudian lintas.
Sebaliknya, bumi, matahari, bulan, bintang, dan lain-lain selalu beredar selama milyaran tahun lebih (umur bumi diperkirakan sekitar 4,5 milyar tahun) tanpa ada tabrakan. Selama milyaran tahun, tidak pernah bumi menabrak bulan, atau bulan menabrak matahari. Padahal tidak ada rambu-rambu jalan, polisi, atau pun pilot yang mengendarai. Tanpa ada Tuhan yang Maha Mengatur, mustahil semua itu terjadi. Semua itu terjadi sebab adanya Tuhan yang Maha Pengatur. Allah yang telah menetapkan tempat-tempat perjalanan (orbit) bagi masing-masing benda tersebut. Jika kita sungguh-sungguh memikirkan hal ini, tentu kita yakin bahwa Tuhan itu ada.
Note: Artikel ini berasal dari banyak sekali sumber luar milik orang lain, dan maaf aku tak mencantumkan sumbernya sebab telah lupa & tak tahu akan sumber tersebut.
Semoga pahala amal jariah selalu tercurah kepada pemilik orisinil yang sudah bersusah payah lagi tulus membuat artikel ini. Aamiin.